Read Wanita Rahasia CEO by Blezzia Chapter 17 –
EDISI SPESIAL 17 – Via & Sean
Sekembalinya dari Hotel Luna Star, Via membereskan barang-barang ke dalam tas yang dia bawa
beberapa waktu lalu. Urusannya di sini telah selesai, dan tidak ada alasan baginya untuk tetap di
apartemen Sean. Nanti akan dia pikirkan setelah sampai di apartemen pribadi bagaimana cara
menghangatkan diri sebelum pemanas ruangan berfungsi kembali.
Merasa semuanya telah beres di dalam tas, Via pun meninggalkan ruangan.
Sebenarnya, Via ingin mengatakan pada Sean melalui pesan singkat, tetapi dia tidak ingin
mengganggu pria itu. Terlebih lagi; Via tidak mau terlanjur menjadi nyaman di apartemen bosnya.
Entah mengapa rasanya salah, seolah dia memanfaatkan keadaan.
Saat langkahnya sudah mencapai lobby, tiba-tiba saja ponsel Via berbunyi dan melihat nama Sean
tertera di layar, namun dia mematikan benda itu karena tidak ingin Sean menanyakan apa yang
sedang Via lakukan.
Dengan langkah terburu-buru, Via pun berjalan melewati kerumunan untuk menaiki kereta.
Sesampainya di apartemen, lagi-lagi wanita di sebelah kamar menyapa.
“Hey, aku tidak melihatmu selama beberapa hari,” kata wanita itu sembari menyembulkan kepala dan
hanya menunjukan setengah badan di luar pintu.
Via tersenyum tipis dan menjawab; “Aku sedang ada pekerjaan sehingga menginap di luar.”
Wanita itu menutupi mulut dengan tangan. “Benarkah? Terakhir kali aku melihatmu dengan seorang
pria.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Oh … ya, dia … teman kerja,” jawab Via kikuk, karena dia tidak ingin menambah topik pembicaraan.
Wanita itu masuk kembali ke kamar dan seperti biasa, berteriak keras ketika hendak memberitahu Via
tentang pemanas ruangan.
“Pengelola gedung bilang pemanasnya akan kembali berfungsi lima hari lagi!”
Yang sama sekali tidak membantu Via, karena itu artinya dia harus tersiksa selama berhari-hari.
“Terima kasih,” balas Via sembari mengunci pintu kembali.
Begitu pintu kamar tertutup rapat, Via pun mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan, dan
saat itulah dia menyadari betapa sepi hidup yang dia jalani. Ingin rasanya Via menghubungi Disya,
tetapi temannya itu masih sibuk di Coffe Shop jam segini, dan dia juga tidak bisa berbicara pada Ibu
karena masih berada dalam perawatan rumah sakit.
Membayangkan Bibi Azura akan menceramahi panjang lebar, Via pun memilih untuk tidak
menghubungi lebih dulu sebelum wanita paruh baya itu yang memulai.
Ditengah-tengah pikiran yang penuh, Via pun mendengar suara ketukan di pintu.
Matanya terpejam, dan dia berdoa semoga itu bukan Sean. Namun, Tuhan sepertinya sedang ingin
menguji, karena dari balik celah kusen yang retak, Via dapat melihat sosok Sean berdiri di depan
dengan tangan berada dalam saku celana.
Sebelum mempersilahkan pria itu masuk ke dalam kamarnya yang sebesar kotak sepatu, Via pun
menarik napas lebih dulu, menata hati dan merapikan diri, lalu kemudian berlatih memasang senyum
professional yang biasa dia berikan pada pelanggan di Coffe Shop.
“Hay,” sapa Via begitu pintu terbuka, namun bukan mendapat balasan, pria itu malah menatap Via
dengan masam.
Ada raut kecewa di balik manik mata birunya, menyurutkan senyum Via seketika.
“Aku mencoba menghubungi berkali kali,” kata Sean dengan nada bertanya apa yang sebenarnya
terjadi. “Tapi kau mengabaikan panggilanku sebanyak itu pula.”
Kepala Via menunduk karena tidak kuat memandang mata Sean terlalu lama. Entah mengapa dia ikut
merasa kecewa.
“Maaf, aku”
Belum sempat Via menjelaskan, Sean pun mengangkat kepalanya untuk menyamakan level mata
mereka.
“Bila kau merasa yang kulakukan kemarin sudah melewati batas, setidaknya beritahu aku. Jangan
pergi tanpa mengabari.”
Perkataan Sean membuat Via membuka mulut hendak bertanya, namun dia
terdiam sesaat dan memikirkan bagian mana yang Sean maksud.
Sebuah ingatan ketika pria itu mengecup lehernya hadir kembali, mengakibatkan wajah Via berubah
semerah cherry. Bahkan dia baru menyadari bukti
kepemilikan pria itu begitu memasuki Hotel. Salah satu staff wanita dari bagian keuangan
meminjamkan Via kosmetik untuk menutupi memar merah yang benar-benar memalukan, karena
banyak yang menanyakan bagaimana malam panas yang dia habiskan semalam.
“Ma-maksudku bukan begitu,” kata Via terbata, hendak meluruskan, namun ternyata Sean masih salah
sangka.
“Aku tahu sudah menyentuhmu tanpa permisi, tetapi aku memang tidak bisa menahan diri.”
Ucapan pria itu semakin membuat Via terperangah, bahkan dia kesulitan berkata-kata ketika Sean
melanjutkan.
“Seharusnya aku mendekatimu sebagaimana laki-laki memperlakukan pasangan yang hendak dia
jadikan kekasih, tetapi aku terlalu tidak sabar.”
Sean mengelus wajah Via yang berdiri kaku seperti manekin. Wanita itu jelas sekali terlihat shock
dengan pengakuan barusan. Mulutnya bahkan membuka dan menutup sepeti ikan kehabisan air.
Untuk sesaat Sean menarik napas dan menghembuskan perlahan, tampak seperti pria bersalah telah
melakukan suatu dosa.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmTanpa sadar Via menyentuh lengan pria itu, namun tetap saja pita suaranya seakan berpuasa untuk
bicara sehingga dia tidak mampu berkata-kata.
Merasakan sentuhan yang Via beri, Sean pun membawa jemari lentik itu ke bibir.
Jika saja pria itu tahu betapa kuat detakan jantung Via yang hendak meledak, mungkin Sean akan
berhenti saat itu juga.
Sembari menatap Via dengan mata birunya yang pekat, Sean pun berbisik.
“Jika kau ingin memiliki affair denganku, hubungi nomorku. Tapi aku tidak bisa menjanjikan padamu
komitmen, pernikahan dan … kehamilan.” Seketika keduanya terdiam, namun Sean melanjutkan; “Aku
memiliki reputasi yang harus dijaga, namun bila kau merasa bisa menjalankannya denganku dengan
rahasia, aku akan menunggu jawaban darimu.”
Sean mundur satu langkah, sedang matanya tidak lepas memandang gadis di hadapan.
Sebelum menghilang dari pandangan Via, Sean pun membuka jas panjang yang membalut tubuh dan
menyelimuti Via dengan benda itu, kemudian mendaratkan satu kecupan lembut di dahi.
“Kuharap kau dapat memutuskan, karena aku menunggu,” ucapnya sebelum berjalan pergi menuju
tangga, meninggalkan Via yang masih terpaku karena tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Dia pun menyentuh dahi, dimana bekas kecupan Sean masih terasa hangat, sedang kepalanya
berputar-putar kebingungan. Setidaknya Via butuh penjelasan, namun seakan Sean tidak memberi
kesempatan dan langsung melempar pertanyaan.
Lalu, bagaimana Via harus memikirkannya bila dia sendiri tidak mengerti hubungan seperti apa yang
Sean cari.
Previous Chapter
Next Chapter