Bab 148
“Asta, apa kamu bisa menjaga ucapanmu …..” Samara melirik Asta sekilas, “Perhatian
yang orang tujukan kepadaku, kenapa malah menjadi cibiran di mulutmu?”
“Apa perkataanku salah?” Bibir Asta mengerucut, “Jelas-jelas tidak melakukan apapun,
untuk apa terus berkata khawatir dan khawatir, kalau bukan munafik lalu apa?”
“Dasar kekanak-kanakan.”
“Mengataiku kekanak-kanakkan?” Asta membalikkan badannya, tangannya meraih
dagunya dan mengangkat wajahnya, “Apa saya perlu melakukan hal-hal dewasa untuk
membuktikan dirii
padamu?”
“Melakukan hal dewasa apa?” Mata coklat Samara membulat, tangan mungilnya
mendorong dadanya, “Asta, jangan kira karena kamu adalah kepala keluarga Keluarga
Costan, saya tidak bisa berbuat apa-apa padamu!
Jangan memaksaku, kelinci yang terpojok juga bisa…”
Meskipun Perusahaan Farmasi Intermega sudah memiliki pondasi di Kota Metro, tapi
seluruh peta strategi bisnisnya masih dalam tahap pertumbuhan.
Nanti setelah kerajaan bisnis yang dia bangun sudah stabil, dia sudah memiliki modal
untuk bersaing dengan Asta.
“Baik, saya akan menunggu kelinci sepertimu datang mengigitku!
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Asta menyela, mata tajamnya menatap Samara dengan lekat.
“Eh….”
Samara baru pertama kalinya melihat Asta yang arogan itu bersikap kekanak-kanakan, dia
sedikit tercengang.
“Ting—-
Pintu lift terbuka, namun Asta dan Samara masih mempertahankan posisi mereka.
“Aduh, bukankah ini pria tampan yang datang membeli pembalut di tokoku?” Bibi di
minimarket kemarin berjalan memasuki lifi dan tersenyum manis, “Nona, pacarmu ini
sangat baik, kamu datang bulan, dia masih membantumu membeli pembalut di tengah
malam.”
“A.,apa?” Samara terkejut dan mulutnya terbuka lebar.
Bibi ini sudah menjodoh-jodohkan mereka, kata-kata ini akan seperti air yang mengalir,
dan tidak bisa dihentikan lagi.
“Nona, kamu tidak melihatnya! Pacarmu yang tinggi besar ini berdiri termenung didepan
rak pembalut, dia tidak tahu mana yang harus dipilih dan dibeli. Lalu dia bilang kalau
kamu sangat sensitive, jadi saya merekomendasikan pembalut dari kapas lembut
padanya.”
Dan Samara masih belum tersadar setelah bibi yang penuh senyum itu masuk kedalam
lift.
“Kamu yang membelikan pembalut untukku?” Samara bertanya dengan terkejut.
“Lalu kamu kira pembalut itu datang sendiri padamu, lalu menempel di tubuhmu?” Asta
menunjukkan ekspresi wajah malas seperti menjawab pertanyaan konyol dari orang
bodoh.
“Saya….”
Saat baru mau membantah, Samara teringat sepertinya pembalutnya memang sudah
habis, dan tidak jadi mengatakan sanggahannya.
“He…”
Mendengar pria itu tertawa, Samara tidak tahan untuk tidak menoleh padanya.
“Apa yang kamu tertawakan?”
“Jarang sekali melihatmu tidak bisa berkata-kata seperti ini…” Asta merasa senang,
“Menarik, ingin sering-sering melihatnya.”
“Tunggu saja.”
“Baik.”
Pria itu mendengus ringan, namun senyuman di mata tajamnya masih terlihat jelas.
Samara yang kesal hendak berlalu pergi, namun pria dibelakangnya itu segera menarik
pergelangan tangannya.
“Apa lagi yang mau kamu katakan?”
“Menjauhlah dari Jonas, dan pria-pria lainnya juga.” Asta melengkungkan sudut bibirnya,
alis dan tatapan matanya dipenuhi dengan aura mendominasi yang belum pernah dia
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
lihat sebelumnya, “Samara, kamu adalah milikku! Meskipun sekarang bukan, tapi cepat
atau lambat, suatu hari nanti pasti akan menjadi milikku.”
Samara tersentak dalam hati.
Scurlah selesai berbicara, Asta naik ke mobil dan melaju pergi bersama Wilson.
Samara inengigit bibirnya dan pikirannya kacau.
Dia adalah seorang bos yang sangat berkuasa, namun dia malah bersedia menemani di
sisinya, bersama dengan Javier dan Xavier, merawatnya saat mabuk, dan membelikannya
pembalut di inint market…
Dia bukan patung, yang udak bisa merasakan kelulusan Asta terhadapnya.
Tapi–
Dia benar-benar tidak mengerti kenapa pria seperti Asta harus terjerat padanya?
vun
Tv
Walaupun hanya dijadikan mainan, dia juga bisa memilih orang lain kan!
Dia tidak memaksanya, tapi dia malah menggunakan cara yang lebih berkelas, dan
membuatnya sedikit demi sedikit tergerak…
Samara mengepalkan tangan mungilnya dengan erat.
Begitu erat hingga dia tidak menyadari kalau kukunya menancap di telapak tangannya.
“Samara, dendammu belum terbalaskan…” Mata coklat Samara tiba-tiba dilintasi
kebencian : “Dendammu, dendam ibumu, dendam kakekmu, tidak boleh….kamu biarkan
seperti ini!”