We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 138
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 138 

Samara sama sekali tidak tahu bahwa di suatu tempat, sebuah tatapan yang terfokus

terus padanya. 

Hatinya sekarang sangat gembira. 

Ditambah lagi anggur yang lezat, dia kembali mengambil segelas lagi dari nampan yang

dihidangkan 

pramusaji. Dipisah oleh sekumpulan orang, Samara mengangkat sedikit gelas anggurnya,

bertatapan dengan Peter 

dari ujung sana. 

Tatapan mereka bertemu. 

Ujung mulut Peter terangkat, matanya penuh dengan rasa terima kasih dan hormat pada

Samara. 

Keduanya bertatapan sembari tersenyum. 

Peter mendongak kepalanya, menenggak anggur tersebut sekali teguk. 

Samara tidak mau kalah, juga menenggak habis anggur di tangannya. 

Semua ini adalah janjinya pada Peter saat masuk ke Perusahaan Farmasi Intermega, dan

di pesta hari 

ini, dia memenuhi janji yang dia buat untuknya. 

Karena keonaran yang dilakukan Bella, suasana hati Firman juga menjadi buruk, sehingga

sudah 

kembali ke kamar tidur untuk istirahat, 

Kebiasaan buruk Samara meminum terlalu banyak anggur kembali kambuh. 

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

Anggur yang diminumnya terlalu banyak, sehingga dia sedikit pusing. 

“Tuan Jonas...saya ke toilet sebentar.” Samara memijat-mijat sisi keningnya. 

“Baik.” 

Begitu Sarnara memasuki toilet, Herna sedang menghadap ke cermin memperbaiki

dandanannya 

Tatapan Samara menyapu ke sosok Herna. 

Lima tahun tidak bertemu, Herna yang saat itu tidak terlalu cantik, sekarang kembali

diperhatikan, juga 

tidak terlalu cantik. 

Kecantikan dia dan Samantha diwariskan oleh ibu kandung mereka, Vero. 

Emma juga lumayan cantik, tapi Herna malah mewariskan penampilannya dari Heru

Wijaya, yang jauh 

dari kata indah. 

Samara memutar keran untuk memcuci tangan, wajah Herna mendekat padanya ingin

menjilatnya. 

“Nona Samara, kebetulan sekali!” Herna berseru: “Kamu bermarga Wijaya, saya juga

bermarga Wijaya.” 

Bibir Samara mengerucut: “Apakah selanjutnya kamu akan berkata, saya dengan

seseorang yang kamu 

kenal memiliki nama yang sama?” 

Herna terkesiap. 

“Ba…bagaimana kamu bisa tahu?” 

“Bukankah seperti inilah biasanya membuka sebuah percakapan?” Samara mematikan

keran, 

tatapannya jatuh pada sosok Herna: “Apakah cara ini susah ditebak?” 

Herna menatap sepasang mata bulat Samara. 

Dia merasa sepasang mata bulat ini terasa sangat familiar, sama persis dengan wanita

dalam pikirannya 

itu, tapi wanita yang di dalam pikirannya tidak memiliki aura kuat seperti ini. 

Hanya dengan sebuah tatapan, Samara berhasil membuatnya merasa bersalah tanpa

sebab. 

Dia menundukkan kepalanya sembari berjalan masuk ke dalam kamar sekat, dan

mengunci pintu. 

Samara mengibas tetesan air di tangannya, tawanya tersembur pecah. 

Waktu itu, nona kecil yang baru berusia 16 tahun juga tahu bagaimana menindas

kakaknya yang baru 

datang dari desa, sekarang kelihatannya sudah berubah jadi pengecut, hanya berani

menindas yang 

lemah! 

Tatapan Samara jatuh pada sebatang tongkat pel yang terletak di sudut toilet. 

Dia membungkuk mengambil tongkat pel tersebut, dan menyangkutkan tongkat itu pada

pintu kamar 

sekat, lalu memutar badan dan keluar, 

Selesai buang air, Herna ingin membuka pintu. 

Tapi bagaimanapun dia membukanya, tetap saja tidak bisa, terpaksa berteriak. 

“Ada orang di luar?” 

“Saya dikunci di dalam! Siapa yang bisa datang menolongku!” 

“Ada yang mendengarkan saya!” 

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Mendengar suara minta tolong Herna, bibir merah Samara membentuk lengkungan. 

Ckckck… 

Derita sekecil ini, teriakannya begitu mengenaskan. 

Bagaimana Herna bisa menanggung derita di kemudian hari? 

Karena minum terlalu banyak anggur, sehingga sedikit pusing, ditambah lagi kejadian

menggembirakan 

tadi membuatnya bersemangat, mata bulatnya hampir membentuk dua bulat sabit,

tersenyum seperti 

seekor kucing kecil. 

Hanya sempat berjalan beberapa langkah. 

Saat Samara tertawa terbahak-bahak, mendadak matanya beradu dengan sepasang mata

tajam. 

Pria itu berdiri di kegelapan lorong, dengan mata dalam menatapnya. 

Asta! 

Samara mengucek mata tak percaya. 

Dia sudah melihat daftar tamu pesta ulang tahun Firman Gandhi malam ini, tidak ada

seorangpun yang 

bermarga Costan, apalagi yang bernama Asta Costan. 

Dia…tidak mungkin berada disini. 

“Sa…saya pasti salah lihat…” Samara berkata pada diri sendiri: “Saya tidak pintar minum,

tapi suka 

minum, suatu kesalahan…” 

Ketika Samara sedang menertawakan diri sendiri, mendadak dia ditarik masuk ke dalam

kegelapan.