Bab 572 Dengan sedikit sentakkan. Harvey menarik Selena ke dalam pelukannya.
Pria yang baru saja selesai mandi itu datang ke arahnya dengan air yang masih menetes dari tubuhnya, meninggalkan aroma sabun mandi yang tercium di udara.
Telapak tangan lembutnya menempel di dada Harvey, suhu tubuh pria itu membuatnya merasa sedikit terbakar.
Bibir Harvey mendekat ke telinganya dan berbisik dengan lembut. “Kamu punya tahi lalat di paha bagian dalam.” Aroma mint segar dari hembusan napas pria itu menggelitik kulitnya, membuat wajahnya seketika merah padam.
Melihat hal itu, Harvey tiba-tiba teringat pada saat mereka baru saja mulai berkencan, ekspresinya berubah menjadi lebih lembut.
Dia mengusap ujung hidungnya.“Sudah, ah, jangan bercanda. Ayo kita makan dulu, habis itu aku bakal ceritain semuanya yang pengen kamu tahu.” Setelah berkata begitu, Harvey menggandeng tangan Selena keluar dari kamar tidur. Saat melewati koridor, terlihat banyak foto mereka berdua terpajang di dinding.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtDi setiap foto, wajah Selena selalu tersenyum cerah, selalu terlihat ceria seperti matahari kecil.
Misalnya, di salah satu foto, mereka berdua sedang bermain ayunan di taman yang penuh dengan mawar.
Selena duduk di atas ayunan, sementara Harvey mendorongnya dari belakang. Senyuman di bibir Selena terlihat sangat manis, matanya yang lembut masih terlihat di bafgbulu matanya yang panjang.
Atau, dalam foto lainnya, dia muncul dari dalam air dan menarik Harvey untuk menceburkannya, sementara itu Harvey hanya bisa menunjukkan ekspresi pasrah dengan bibir yang sedikit terangkat.
Di salah satu foto, Selena terlihat sedang menangkap kupu-kupu dari kejauhan, sementara Harvey hanya berdiri dengan satu tangan di dalam saku, menatapnya dengan lembut.
Foto-foto ini terlihat sangat natural, tanpa sedikit pun kesan dibuat-buat. Setiap gambar memberikan kesan bahwa mereka sedang menikmati momen kebersamaan, dengan Selena yang tampak riang dan Harvey yang tersenyum lebar.
+15 BONUS Tata letak seluruh rumah ini terasa sangat hangat dan nyaman, membuatnya merasa akrab dan yakin kalau dia memang pernah tinggal di sini sebelumnya.
Tanpa disadari, Selena tiba-tiba mendekati pintu sebuah kamar. Dia merasa kalau dulu dirinya sering datang ke sini.
“Kamar ini ..."” Harvey sama sekali tidak menyangka, meskipun Selena kehilangan ingatannya, dia masih memiliki perasaan mendalam terhadap kamar anak itu.
“Ayo kita makan dulu.” Dia langsung menggandeng tangan Selena dan membawanya turun ke lantai bawah. Meja makan penuh dengan hidangan lezat, dan senyum ceria Benita menyambut mereka, “Tuan, Nyonya, silakan duduk dan makan, saya akan menumis dua sayuran lagi.” Harvey dengan lembut menarik kursi untuk Selena.
Dari keramahan para pelayan, sikap santai Harvey, hingga buket bunga segar yang terletak di atas meja.
semuanya menunjukkan bahwa rumah ini sangat bersih dan hangat. Seharusnya, Selena sangat menyukai tempat ini, tetapi entah mengapa, dia merasa sedikit tidak nyaman.
Terutama saat melihat bunga-bunga yang bermekaran dengan indah di atas meja. Tiba-tiba, sebuah bayangan terlintas di pikirannya. Langit terlihat gelap, bunga-bunga di atas meja layu, dan ada seorang wanita berdiri sendirian di depan jendela besar, menatap hamparan salju putih yang tak berujung.
“Kenapa? Makananya nggak sesuai sama seleramu?” Harvey sangat peka terhadap perubahan suasana hatinya.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmSelena menggelengkan kepalanya, “Nggak apa-apa, kok.
Memang, dia merasa lapar. Setelah menghabiskan banyak waktu di pulau dengan makanan yang terbatas, baru kali ini dia merasa sangat lapar dan akhirnya menyantap makanannya dengan lahap.
Selena menyadari bahwa Harvey diam-diam memperhatikannya saat dia sedang makan, senyum lembut terkembang di bibir pria itu.
Seperti pada foto-foto di koridor, matanya dipenuhi oleh pria itu.
Setelah makan, Harvey memberikan sebuah penawaran kepadanya, “Ada film baru di bioskop, pemerannya artis favoritmu, Iho. Mau nonton bareng?” Selena mengangguk, kemudian dia melanjutkan, “Aku pengen tahu cerita gimana aku bisa hilang ingatan.” Harvey kembali mengulurkan tangannya, Selena menyambut uluran tangan itu dengan raut wajah kebingungan.
Pria itu membawanya ke depan pintu kamar yang tadi menarik perhatiannya.
“Seli, meskipun ingatan itu buruk, kamu masih pengen tahu?” Selena mengannguk.
“Kalau begitu, buka pintunya.” Selena berdiri di depan pintu, tiba-tiba dadanya terasa sesak, seperti ada yang menusuk-nusuk jantungnya.