Bab 546 Kondisi Selena seperti saat ini membuat prihatin siapa pun yang melihatnya. Bagaimana bisa Nadine tega memantik cekcok dengannya? Dia tahu ibu Selena sudah lama meninggal ayahnya lagi-lagi koma, dan rumah tangganya hancur.
Melihat Selena berlutut padanya untuk menunjukkan dirinya yang baik hati, hal itu malah membuatnya kebingungan.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Nona Selena, tubuhmu lemah dan lantainya sangat dingin. Lekas bangunlah.” Dia sudah cukup berumur, jadi mengetahui perihal Selena yang sudah keguguran usai tidak melihat perut hamilnya.
Ternyata, bukan hanya Selena yang menderita.
Nolan tertatih-tatih menghampiri dengan bantuan tongkat. “Bu, Llan sendiri yang berinisiatif melindungi Nyonya, beliau tidak ada sangkut pautnya sama sekall. Semua ini murni kesalahanku karena tidak bisa melindunginya. Biarkan aku yang bertanggung jawab atas kematiannya.” Nolan datang untuk menjenguk Abraham. Meski hanya pernah bertemu sekali, dia meninggalkan kesan yang datam. Nolan benar-benar pria yang baik.
“Nak, kakimu ...” Di belakang Nolan, sekelompok pria kekar keluar satu per satu dari ruang inap. Ada luka di tangan dan kaki mereka. a “Bu, semua ini salah kami. Pak Nolan nggak ada sangkut pautnya. Justru Pak Nolan yang paling menderita atas kematian Lian.” Sekelompok pria kekar nan tegas dengan luka di sekujur tubuh. Situasi ini terasa luar biasa sekaligus mencekam.
Harvey melepas genggaman Selena, kemudian berjalan keluar dari kerumunan.
Kehadirannya di tengah para pria kuat tersebut sontak mengubah suasana di koridor.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmTiba-tiba, Nadine pun merasakan adanya ancaman, walau Harvey belum mengucapkan sepatah kata pun.
Mata Harvey tampak sangat merah dan wajah tampannya tampak sangat tenang.
“Aku adalah bos mereka sekaligus majikan Lian Galendra. Sudah kuminta seseorang untuk menangani kematian Lian dan masalah ganti rugi.” Dia tampak tenang dan tabah, mirip seperti Chandra. Tak peduli apa yang dikatakan, dia hanya bisa menenangkannya Seolah-olah nyawa seseorang di mata mereka hanya butiran debu yang tersapu oleh angin.
Nadine berusaha menahan amarahnya sejak tadi, tetapi emosinya kembali meluap, “Tuan Harvey, aku tahu kamu kaya raya, tapi nyawa putriku nggak akan bisa dibeli pakal uang. Aku nggak butuh uang. Keinginanku hanya satu, putriku kembali.” Harvey menunjukkan ekspresi kesal. “Apa? Kamu rasa kematian putrimu itu nggak adil, ‘kan? Kalau gitu, biar kukasih tahu. Andai saja dia ngoak bawa masalah, Sell nggak akan keguguran dan aku nggak akan kehilangan anak-anakku. Saudaraku juga nggak akan terluka seperti inil Parahnya lagi, sekarang masih ada beberapa orang yang terbaring di ICU dan belum sadarkan diri. Kamu ingin aku bertanggung jawab atas putrimu, lalu siapa yang akan tanggung jawab atas anak-anakku dan saudaraku?” Nadine mundur selangkah karena tak percaya dengan perkataan Harvey. “Apa yang kamu katakan? Semua ini terjadi karena putriku?” Harvey yang sudah menahan emosinya selama beberapa hari ini, akhirnya tumpah juga.
Dia pun ingin menuduh, Lantas, apa kabar dengan anaknya? Malam itu. Selena diselamatkan dalam kondisi kritis, bahkan bisa dibilang sekarat. Lantas, siapa yang harus tanggung jawab? Lengan baju Harvey ditarik oleh seseorang, lalu Selena bicara, “Ibu itu sudah kehilangan putrinya, kamu nggak usah bicara begitu.” “Sellaku juga mengerti perasaannya, tapi kiramu aku nggak sedih saat kehilangan anak-anak?” Kali ini, dia menantikannya penuh harapan, sampai-sampai dia menghindari Selena karena takut. memengaruhi suasana hatinya.
Dia benar-benar menantikan kelahiran anak-anaknya lebih dari siapa pun, tetapi siapa sangka akan berakhir seperti ini.
Jangankan Lian yang sudah mati, kalau dia masih hidup, Harvey sendiri yang akan menghabisinya! Tak lama kemudian, suara seorang pria terdengar dari kejauhan. “Ibu, kenapa membuat keributan di sini.”