Bab 245
Issac mengantarkan Selena sampai ke apartemen. Issac memiliki kepolosan dari seorang pemuda dan
sifat sopan seorang pria dewasa.
Issac membukakan pintu mobil untuk Selena secara pribadi dan melilitkan syal
yang baru saja dibelinya dari dalam tas ke leher Selena,
“Nggak usah. Aku nggak merasa dingin, kok.”
“Ini syal baru. Cewek harus menjaga tubuhnya tetap hangat,” jelas Issac.
“Baiklah. Kamu hati–hati di jalan. Terima kasih.”
Issac masih tersenyum dan berkata, “Jajan malam ini nggak usah dihitung. Kak Selena masih berutang
traktir aku makan besar.”
“Dasar kamu.” Selena mengulurkan tangannya dan mengusap kepala Issac dengan lembut sembari
berkata, “Kamu masih sama seperti waktu kecil dulu.”
Saat itu Selena berjanji akan memberikannya sebuah hadiah. Anak ini selalu mengingatnya. Dia akan
menanyakannya pada Selena setiap beberapa waktu sekali.
“Kalau begitu kita janjian lagi nanti.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Ya.”
Setelah melihat mobil itu menjauh, Selena baru berbalik dan masuk ke dalam lift.
Perkataan Issac ada benarnya juga. Selena tidak boleh terlalu pesimis.
Selena melihat berbagai kantong jajanan yang dibawanya dan tak menyangka setelah bertahun–tahun
lamanya, anak itu masih mengingat selera Selena.
Saat masih kecil, Selena bertemu dengan Issac. Kemudian, Issac kuliah ke luar negeri. Mereka berdua
pun kerap mengobrol di sosial media.
Sejak kapan mereka mulai menjadi orang asing?
Mungkin beberapa tahun berlalu dan Selena berkencan dengan Harvey, seluruh waktunya diberikan
pada Harvey dan secara alami hubungannya dengan Issac pun
memudar.
Kesan Issac pun berhenti pada saat dia masih anak kecil yang takut kucing naik ke pohon kelapa di
rumahnya.
Ketika memikirkan wajah kecil yang polos itu, Selena menyunggingkan sudut
bibirnya.
Tidak ada yang salah dengan gelapnya malam kehidupan. Semakin gelapnya malam, semakin terang
pula bulan dan bintang.
Mungkin Selena harus meluangkan waktu untuk memeriksa perútnya lagi karena dia mulai yakin untuk
terus bertahan hidup.
Setelah membuka pintu, Selena menekan tombol sentuh untuk menyalakan lampu.
Ketika dia menoleh, senyuman di wajahnya menegang.
Ada seorang pria duduk di sofa. Dengan kaki yang sedikit terbuka dan tangan dengan santai bertumpu
pada sandaran lengan. Tampak seperti tuan rumah yang
malas.
Ada banyak puntung rokok berserakan di asbak depan pria itu yang menandakan
bahwa dia sudah menunggu lama di sana.
“Tuan Harvey, kenapa kamu bisa ada di sini?”
Sepasang mata dingin Harvey menatap Selena dan terdengar nada dingin dari suaranya, “Habis dari
mana?”
Penampilannya seolah–olah meragukan kesetiaan istrinya.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmKalau boleh jujur, Selena sudah bosan dengan tingkah Harvey. Sibuk bertunangan dengan Agatha,
tapi masih mempertahankan Selena.
Sayangnya, Selena masih tidak berani melepaskan hubungannya dengan Harvey
sekarang.
“Nemenin adik mengunjungi ayahku.”
Selena melepaskan sepatu hak tingginya, mengusap pergelangan kakinya yang sedikit sakit,
meletakkan kresek bungkus di tangannya, dan mengenakan sandal
dalam rumah yang nyaman.
Selena dengan santai menghapus riasannya di kamar mandi dan memperlakukan Harvey seperti
orang yang lalu lalang.
Selena mengambil segenggam air bersih, mengangkat kepalanya, dan membasuh wajahnya hingga
bersih.