Bab 201
Harvey tidak leluasa untuk menolak di depan semua orang, matanya terpaku pada Selena, tetapi dia
berkata, “Aku nggak berencana untuk membatalkan pertunangan ini.”
Agatha gugup, menelan ludah, dan segera melihat ke arahnya, “Harvey, jadi maksudmu … kamu
memilihku?”
Harvey mengangguk.
Agatha merasa lega keta beban berat di hatinya seketika menghilang. Dia berlari ke arah Harvey
dengan penuh semangat dan memeluk
lengannya.
“Harvey, aku tahu kau memikirkan aku. Ayah, kakek, kalian juga mendengarnya, ‘kan?”
Antono merasa agak lega, “Aku berharap kamu bisa memenuhi janji layaknya pria sejati.”
“Putriku akan kuserahkan padamu saat sudah waktunya,” ucap Antono sambil menepuk pundak
Calvin.
Hasil ini sesuai dengan harapan Selena, meskipun sebenarnya dia sudah tahu pilihan Harvey sejak
dulu.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtKetika momen ini tiba, hatinya yang kosong dan sepi terasa seperti diterpa angin yang sejuk.
Dia menarik tangannya dari genggaman Harvey dan berkata, “Harvey, aku menghormati pilihanmu.”
Harvey melihatnya pergi perlahan-lahan. Dia tidak berdaya di hadapan Antono.
Maisha berpikir sejenak, lalu segera mengejarnya keluar.
Selena pergi dengan punggung tegak seperti serigala yang kesepian. Dia menyeret tubuh yang penuh
luka seorang diri ke bawah pohon untuk menyembuhkan diri.
“Selena.” Maisha mengejar Selena dengan cepat, “Ibu ingin berbicara denganmu.”
Selena melihat wanita yang terengah-engah itu. Setelah kejadian hari ini, dia semakin tahu jelas
pikiran wanita ini.
Mulai sekarang, dia tidak akan bermimpi terlalu tinggi.
“Nyonya Maisha, jangan khawatir. Saya tidak akan lagi mengganggu menantu Anda yang baik,”
ucapnya dengan ketus.
Maisha menghalangi jalannya, “Selena, beri Ibu waktu lima menit. Cukup lima menit.”
Selena memandangnya dengan tak acuh, “Sekarang tujuan Anda sudah tercapai, orang yang harus
Anda jaga adalah Harvey, bukan aku. Kalau nggak ada urusan lain, saya pergi dulu …”
“Selena.”
Selena merasa tenggorokannya dipenuhi darah. Dia mengerutkan alis dan mendorong Maisha yang
berdiri di depannya menjauh. Dia bahkan mempercepat langkah kakinya.
Maisha yang berteriak di belakangnya seketika pingsan.
Selena menoleh ke belakang dan tanpa sadar ingin menolong Maisha berdiri.
Sepertinya dia memang punya penyakit jantung.
Ketika melihat Calvin mengejar dari belakang, dia segera berjalan menjauh dengan cepat.
Di tikungan yang sepi, Selena langsung memuntahkan darah yang segar.
Tubuhnya perlahan lemas dan punggung tangannya menyeka darah di ujung bibirnya. Selena
menertawai dirinya sendiri.
Benar-benar gagal total. Hidup di dunia ini hanya sekali, tapi pada akhirnya tidak dapat
mempertahankan siapa pun.
Pada akhirnya, kekasih serta orang-orang terdekatnya malah memihak Agatha.
Sambil berpikir, dia merasa jantungnya sakit sehingga sulit bernapas. Dia berlutut di tanah dengan satu
tangan menopang tubuhnya di
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmcabang pohon. Dia kembali memuntahkan banyak darah.
1/2
Melihat genangan darah itu, hal pertama yang terlintas di benaknya adalah rasa syukur karena tidak
menghina Keluarga Wilson.
Lambungnya yang kosong terus mengalami kontraksi muntah. Rasanya begitu panas di dalam.
Sialnya, dia pergi dengan terburu-buru hari ini dan tidak sempat mengambil obat pereda nyeri. Selena
bergelung di bawah pohon, dia bisa merasakan kesadarannya perlahan-lahan menjauh.
Dia menggenggam ponselnya dan berniat menghubungi 120.
Dia belum ingin mati, sodaknya untuk hari ini!
Pandangannya sudah mulai kabur, jari-jarinya gemetar, dan dia menekan angka nol terakhir dengan
perlahan. Dia hanya perlu menekan tombol panggilan agar bisa terhubung.
Namun, kesadarannya yang cukup lama bertahan kini telah habis.
Diiringi suara “Bruk,” Selena pun jatuh ke tanah.
Sesaat sebelum pingsan, dia seakan melihat mobil Harvey berada di tepi jalan yang tidak jauh darinya.
Suara langkah kaki yang berderit perlahan terdengar. Seseorang datang mendekat, menghela napas,
lalu membungkuk dan mengangkat tubuh Selena.