Bab 168
Setelah Harvey selesai menghadapi Keluarga Wilson, dia mengira bahwa Selena akan menunggunya
di ruang tamu.
Seperti sebelum–sebelumnya, entah seberapa malam dia akan pulang, dia pasti akan melihat sosok
yang tertidur di sofa ruang tamu.
Dia biasanya akan menyisakan sebuah lampu yang menyala.
Namun, hari ini begitu dia membuka pintu, ruangannya gelap gulita dan tidak ada
Selena.
Dia meminum sedikit bir.
Kalau dahulu saat seperti ini Selena akan menyambutnya, kemudian mengoceh sambil
membuatkannya teh pereda mabuk.
Meskipun dia banyak mengoceh, tetap saja Harvey menyukainnya.
Tidak seperti sekarang, meskipun ruangan penuh dengan pemanas, dia masih
merasa dingin.
Begitu mendorong pintu, dia dapat melihat gumpalan di atas tempat tidur.
Dia sudah tidur.
Begitu Selena bangun, dia langsung menariknya ke dalam dekapannya. Karena mencium bau alkohol,
Selena jadi terbangun dari mimpinya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
“Kamu minum bir?”
Begitu mendengar suaranya yang baru saja bangun, Harvey berkata dengan tidak senang, “Selena,
hatimu sudah berubah.”
Selena seperti mendengar sebuah lelucon. “Apa kamu bercanda? Bukankah hatimu duluan yang
berubah?”
Harvey memeluknya dengan erat, membuatnya tidak tampak galak seperti anjing
besar.
Suara parau yang sedang mabuk terdengar di telinganya, “Hatiku enggak pernah
berubah, sama sekali enggak.”
Selena hanya menganggap ucapannya sebagai pembicaraan karena mabuk,
bagaisaanapun putranya dengan Agatha sudah satu tahun. Lantas atas dasar apa dia
bisa bilang hatinya tidak berubah?
Namun, dia mengerti sifat Harvey, saat ini hanya bisa mengikuti alur, jika tidak, dia
tidak akan bisa tidur malam ini.
Dia tidak berani bergerak, hanya bisa berdiam diri dengan tenang di pelukan
Harvey, karena takut membuatnya marah.
Tindakan ini benar–benar membuat Harvey merasa senang, dia semakin
mengeratkan pelukannya di pinggang Selena, bahkan dia meletakkan kepalanya di
bahu Selena.
“Seli, aku susah payah mencarimu, jangan lari lagi, ya?”
Sudah lama Selena tidak mendengar rayuan seperti ini.
Kalau dua bulan yang lalu mungkin dia akan merasa sangat senang, tetapi saat ini emosinya sangat
stabil dan tidak merasa bergejolak sedikit pun.
Dia tahu bahwa dia hanya mabuk, begitu pagi hari dia akan kembali menjadi seperti
semula.
Mereka bahkan tidak bisa saling menghormati, hanya bertekad untuk tidak pernah
berhenti.
Malam itu, Harvey memeluknya dengan sangat erat, seolah–olah menemukan kembali harta karun
yang hilang dan kembali ditemukan.
Tidak ada kata–kata kasar, hanya ada kelembutan.
Tak lama kemudian, Harvey segera tertidur. Sedangkan Selena, dia yang terbiasa sendiri, tiba–tiba di
sampingnya ada sebuah tubuh hangat yang membuatnya tidak
bisa tertidur.
Pikirannya dipenuhi kematian Jane.
Setelah memastikan bahwa Harvey sudah tertidur pulas, dia perlahan–lahan
meluncur keluar dari pelukannya.
Setelah mengenakan mantel, Selena berjalan hati–hati ke ruang baca.
Entah harus bilang Harvey buaya darat atau setia, tetapi sandinya masih ulang
tahunnya dan tidak berubah.
Selena membuka kembali brankas dan mengeluarkan map yang hanya dia lihat
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmsebentar pada hari itu.
Pasti ada sesuatu yang terlewat olehnya. Kematian Lanny, Arya dan Jane, pasti
kematian mereka bertiga saling terhubung.
Selena kali ini tidak terburu–buru melihat data orang lain, tetapi mengunci tas data
Lanny.
Bagi Harvey, kematian Lanny adalah sebuah hal tabu. Sejak dahulu, Selena bahkan tidak berani
mengungkitnya, jadi malam itu dia tidak begitu melihat data Lanny
dengan cermat.
Di dalam brankas hanya tersisa satu kantong kertas kulit, selain beberapa mainan
masa kecilnya.
Selena berpikir apakah setelah kematiannya, hidupnya juga akan menjadi selembar kertas, dihitung
kembali perjalanan hidupnya, dan sepuluh tahun kemudian. dilupakan sepenuhnya oleh orang–orang.
Lanny telah kehilangan orang tua angkatnya beberapa tahun yang lalu, jika orang tua angkatnya
meninggal, lalu bagaimana dengan teman–temannya?
Orang hidup di dunia ini tidak mungkin tidak meninggalkan jejak sedikit pun.
Selena memotret data–data ini menggunakan ponselnya, dia yakin bahwa ada kebenaran yang
tersembunyi di balik ini.
Ketika dia sedang memotretnya dengan cemas, tiba–tiba terdengar suara dingin di pintu, “Sudah
cukup melihatnya?